Menggali Hari jadi kota Pasuruan (ke 2)

$rows[judul] Keterangan Gambar : Diskusi menggali Hari Jadi kota Pasuruan di Poncol


Pasuruan, WartaPro - (6/2) - Malam ini empat tokoh yang peduli Kota Pasuruan membahas hari jadi dalam beragam perspektif: dari sisi historis, budaya, filosofis, tata kota. Keempat tokoh itu adalah H.M. Roem Latif, tokoh budaya, Aji Mabrur, staff  Universitas Negeri Malang (UM), Agus Harianto, tokoh tata kota, dan M. Iqbal Ghazali, seorang mahasiswa. 

Mereka menyoroti hari jadi tidak hanya dikaji secara administrasi saja akan tetapi juga dari sisi historis dan kultural tentang eksistensi sebuah kota.

Roem meninjau hari jadi dari sisi budaya dan pariwisata. Aji membahas dari sisi historis, Agus membahas dari sisi culture-based urban development, dan Iqbal memanas isu-isu filosofis.

Kajian di salah satu warung ini seperti layaknya yang dilakukan Levi Strauss, Jean Paul Sartre, Gill Deleuze, Felix Guatari, dll. yang menghasilkan pemikiran dan karya-karya monumental. Pergulatan pemikiran yang cukup variatif dan untuk kebaikan Kota Pasuruan. 

"Kita membahas bukan atas dasar 'katanya' tapi didukung referensi  yang akurat. Jadi, hasilnya bisa dipertanggungjawabkan," kata Roem dengan semangat membara. 

Masih menurut Roem, yang terpenting perlu ada syiar budaya warga kota Pasuruan yang beragam, bukan hanya representasi kaum ningrat atau priyayi. Dengan begitu, akan menjadi komoditas parawisata. 

Aji menyoroti pentingnya penggalian situs dan artefak sejarah. Fakta ini yang akan menghantarkan ke kesimpulan rasional. 

"Penggalian sejarah hari jadi harus dilihat secara komprehensif agar terkesan bisa dipertanggungjawabkan secara akademik," kata Aji sambil memaparkan kronologi sejarah.

Sementara itu, Agus menyoroti dari sisi culture-based urban development mengacu ke buku Florida berjudul Who's Your City? yang menceritakan pentingnya sumber daya budaya sebagai basis pembangunan dan penggalian sejarah.

"Dalam penggalian hari jadi tidak seharusnya bersifat parsial. Perspektif tata kota berbasis budaya juga menjadi pertimbangan penting," kata Agus meyakinkan.

Iqbal menyoroti adopsi filsafat sebagai bagian dari kajian sejarah. Jadi, konsep Foucault tentang diskontinuitas perlu didekonstruksi. 

"Filsafat itu adalah amunisi untuk mencerahkan anaslisis historis. Filsafat tidak hanya dalam tataran ide tapi in praxis," katanya sambil mengutip pemikiran dinamis Jacquest Derrida.

Pembahasan hari jadi yang intensif menghasilkan pertanyaan-pertanyaan filosofis yang perlu dicari jawabnya di waktu yang akan datang.  

Pembahasan di warung Habibun Poncol diakhiri sekitar pukul 21.30 WIB dan diagendakan akan dilanjutkan di rumah Agus di bulan ini.

"Kegiatan ini tidak hanya sebagai intellectual excercise saja, tapi perlu dipraktikkan dengan pendekatan-pendekatan yang valid dan akuntabel," pungkas Agus dengan tajam. (gus/sob)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)