WartaPro. com - (22/1/22)
Pembangunan di Kota Pasuruan tidak sepenuhnya memperhatikan aspek budaya sebagai desain dan pelaksanaan pembangunan dengan indikator tata kelola perkotaan yang baik. Masih banyak dijumpai adanya pembongkaran gedung tanpa memperhatikan sisi etika dan estetika sebagai unsur budaya.
Fakta Ini didukung oleh ketidakmampuannya melanjutkan program Kota Pasuruan sebagai Kota Pusaka. Hingga pergantian rejim penguasa, hanya mampu mencoba mengidentikasi gedung-gedung bernuansa cagar budaya dan tidak mampu menjadikannya sebagai bagian desain Kota Pusaka.
"Saya berharap ke depannya Walikota Pasuruan memperhatikan nilai-nilai budaya dalam pembangunan, apa pun bentuk pembangunan itu, " tandas Bang Roem, panggilan akrab Roem Latif, S. H., salah seorang budayawan dan seniman Kota Pasuruan
Apa yang dikatakan Bang Roem memang beralasan, pasalnya banyak bangunan yang kurang memperhatikan sisi historis dan kelanggengannya. Harusnya pemugaran bangunan lama bisa menjadi ikon budaya yang bisa dinikmati warga Kota Pasuruan sebagai wisata tujuan lain.
"Saya berharap, pembangunan yang sedang didesain Pemkot, seperti miniatur Ka'bah dan Masjidil Haram, miniatur Terowongan Mina, Wisata Bahari, dll. Tetap memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti yang dilakukan oleh negara-negara beradab, " imbuh Roem.
Apa yang dikatakan Bang Roem memang ada benarnya. Pembangunan akan bisa langgeng dan memiliki nilai historis tinggi jika bisa dikenang masyarakat dan menjadi kebanggaan bersama.
"Perkembangan pembangunan di Kota Pasuruan hendaknya mampu menyentuh semua lini masyarakat, termasuk tata kelola birokrasi, PKL, infrastruktur jalan, ruang publik, pemukiman, dll. agar warga bisa tinggal dengan nyaman," kata Arif, salah satu warga Kota Pasuruan
Apa pun yang dikatakan pelaku sejarah di atas merupakan satu masukan bagi Pemkot Pasuruan agar mampu mendesain dan menerapkan konsep pembangunan berbasis budaya. (gus)
Tulis Komentar