Kehadiran Guru atau Dosen tidak bisa tergantikan oleh Teknologi
Oleh Subari, mahasiswa Program Doktor Universitas KH. Abdul Chalim Mojokerto Jawa Timur.
Kehadiran teknologi seperti Chat GPT Studi AI, google dan lainnya bagaimana menurut anda, apakah kehadiran teknologi ini bisa menggantikan kehadiran guru atau Dosen. Apakah kehadiran tehnologi membantu atau tambah Melemahkan Kemampuan otak Kognitif Kita untuk berpikir. Teori Jika Pemindaian Otak Menggunakan mesin teknologi AI Mengurangi Daya Ingat dan Kemampuan Berpikir Kritis.
Sebuah penelitian tidak sengaja yang dilakukan oleh Subari dari Mahasiswa Universitas KH. abdul Chalim Pacet Mojokerto, secara acak meneliti di sekolah maupun di rumah yang di lakukan siswa SD. SMP dan mahasiswa, Dari hasil penelitian tersebut menimbulkan kekhawatiran serius terkait dampak jangka panjang dari ketergantungan terhadap alat AI seperti ChatGPT terhadap fungsi kognitif manusia. Ketika melihat dari kebiasaan itu akan terus menjadikan kebiasaan. Dari masalah tersebut sehingga akan membodohi diri sendiri dan menjadi malas untuk belajar baca buku atau materi di buku.
Dengan menggunakan pemindaian otak EEG, para peneliti melacak 50 (SD, 10, anak, 20 siswa SMP, 20 mahasiswa di kabupaten Pasuruan dan sekitarnya. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dan menemukan bahwa mereka yang secara konsisten menggunakan ChatGPT untuk tugas menulis menunjukkan penurunan signifikan dalam aktivitas otak, daya ingat, dan kemampuan berpikir kritis dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang menggunakan Google atau tidak menggunakan alat bantu sama sekali.
Studi yang diberi judul “Pengaruh penggunaan Chat GPT terhadap Daya Berpikir nalar dan cepat terhadap materi ajar, ini mengungkap bahwa pengguna AI, google tidak hanya menghasilkan karya yang kurang orisinal, tetapi juga kesulitan mengingat tulisan mereka sendiri tidak lama setelah menyelesaikannya.
Meskipun ChatGPT menawarkan kecepatan dan kemudahan, hal ini datang dengan sebuah harga—yang oleh para peneliti disebut sebagai “kepasifan mental.” menurut Subari pegiat literasi ini, memang saat sumpek kita gunakan chat GPT membantu tetapi tidak selalu benar, chat GPT hanya alat bantu saja. Studi ini juga memperingatkan adanya risiko echo chamber yang disebabkan oleh AI, di mana pengguna cenderung menerima jawaban yang dihasilkan algoritma tanpa mempertanyakan kebenarannya. Jangan percaya 100 persen jawaban dari chat GPT maupun google atau AI, sebab itu hanya sistem elektronik atau robot yang menjawab. Lain jika menulis sendiri akan ingat saat ditanya atau menulis kembali.
Menariknya, bahkan saat pengguna AI beralih ke tugas tanpa bantuan, keterlibatan kognitif mereka tetap rendah. Sebaliknya, mereka yang memulai tanpa bantuan alat justru menunjukkan peningkatan aktivitas otak saat diperkenalkan pada alat seperti ChatGPT di kemudian hari—mengindikasikan bahwa AI paling efektif digunakan sebagai dukungan, bukan pengganti bagi pemikiran manusia. Masih menurut Subari kehadiran teknologi tidak bisa menggantikan guru atau dosen di kelas. Sebab teknologi tidak punya adab dan moralitas akhlak yang bisa digantikan. Oleh sebab itu kehadiran guru atau Dosen tetap ditunggu tidak bisa di gantikan oleh tehnologi. *#
Tulis Komentar