Jakarta-wartapro com
Fenomena perubahan iklim seperti terjadinya pemanasan global tidak terlepas dari ulah manusia yang lalai dalam berinteraksi dengan alam lingkungan sekitar.
Saat ini kerusakan lingkungan telah terjadi hampir di seluruh dunia dan menjadi penyebab semakin banyaknya kejadian bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
Oleh sebab itu, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin mengimbau para ulama dan umat Islam untuk turut menyosialisasikan isu-isu terkait kerusakan lingkungan kepada masyarakat luas dan melakukan aksi nyata untuk mencegahnya.
“Saya mengimbau para tokoh ulama serta umat Islam, diharapkan berperan aktif untuk dapat menyampaikan isu-isu terkait kerusakan lingkungan. Untuk kemudian kita melakukan aksi-aksi yang lebih nyata,” tegas Wapres saat memberikan pidato kunci pada acara Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari di Masjid Istiqlal Jakarta, Jumat (29/07/2022).
Dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Kontras TIMES dari Setwapres-Rusmin Nuryadin, Wapres menegaskan perusakan lingkungan merupakan salah satu tindakan yang dilarang keras dalam ajaran Islam.
Menurutnya, Islam mengajarkan kepada umatnya agar memanfaatkan apa yang ada di bumi untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia, tetapi juga melarang umatnya untuk melakukan perusakan di atas bumi.
“Oleh karena itu, umat Islam wajib menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan (al-fasad) di bumi, baik yang menyangkut kerusakan fisik (fasad maddi), maupun kerusakan non fisik (fasad maknawi),” terangnya.
Sehingga, mengingat krusialnya masalah kerusakan lingkungan, Wapres menambahkan prinsip “menjaga lingkungan” sebagai bagian dari tujuan syariat Islam (maqasidus-syariah) yang sejauh ini baru ditetapkan 5 prinsip oleh para ulama, yakni menjaga agama (hifzhuddin), menjaga jiwa (hifzhunnafs), menjaga akal (hifzhul-aql), menjaga keturunan (hifzhun-nasl), dan menjaga harta (hifzhul-maal).
“Menurut hemat saya ini perlu penambahan 2 hal lagi yaitu menjaga keamanan dan kedamaian (hifzhul amni wassalam) dan menjaga lingkungan (hifzhul-bi’ah). Mungkin 2 hal itu bisa dimasukkan dalam salah satu dari 5 prinsip di atas, tetapi menurut pandangan saya karena kedua hal ini begitu krusial dikaitkan dengan situasi sekarang seperti terjadinya perang Rusia-Ukraina dan terjadinya kerusakan lingkungan yang menimbulkan krisis energi dan krisis pangan, bahkan juga krisis keuangan seperti yang terjadi sekarang ini,” paparnya.
Lebih lanjut, Wapres menuturkan bahwa sejauh ini Pemerintah telah berkomitmen bersama negara-negara lain dalam upaya pengurangan emisi karbon melalui Road Map Nationally Determined Contribution tahun 2019 dan strategi jangka panjang pembangunan rendah karbon berketahanan iklim tahun 2050.
“Selain itu, Indonesia sebagai Ketua G-20 Tahun 2022 telah mengangkat isu perubahan iklim dengan penekanan pada skala resiliensi iklim, usaha penurunan emisi karbon, dan teknologi hijau,” tuturnya.
Harapannya, sambung Wapres, dengan adanya komitmen dan kolaborasi internasional maka upaya mengatasi perubahan iklim dapat berjalan secara lebih baik.
“Tentu dalam mengatasi persoalan perubahan iklim ini, Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, diperlukan keterlibatan pemangku kepentingan yang lebih luas, meliputi akademisi, dunia usaha, media massa, serta masyarakat khususnya umat Islam untuk bekerja secara kolaboratif sehingga fenomena perubahan iklim ini dapat diantisipasi dengan baik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi melaporkan bahwa terdapat 3 (tujuan) yang ingin dicapai dari pelaksanaan Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari ini. Pertama adalah membangkitkan kesadaran (awarness) masyarakat khususnya umat Islam bahwa tanggungjawab untuk melestarikan lingkungan merupakan tanggungjawab yang harus dipikul bersama.
“Kemudian tujuan kedua adalah untuk menginternalisasikan ajaran-ajaran Islam yang membahas tentang lingkungan. Kami sangat yakin bahwa di dalam Al-Qur’an dan Hadist begitu bertebaran perintah kepada kita untuk tidak merusak lingkungan,” sebutnya.
Adapun tujuan yang ketiga, ungkap Irfan, adalah mewujudkan kerja bersama seluruh pemangku kepentingan dalam upaya melestarikan dan mencegah kerusakan lingkungan.
“Mudah-mudahan acara ini sesuai dengan yang diharapkan,” harapnya.
Sebagai informasi, Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestasi digagas sejumlah kolaborator untuk mendiskusikan dan menjawab tantangan perubahan iklim yang memicu berbagai anomali cuaca.
Para kolaborator yang terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU), DPP UGM, LSM Purpose, dan Harian Republika telah menyelenggarakan inisiasi ini sejak Februari.
Setelah melalui serangkaian penelitian, diskusi antarorganisasi Islam lintas entitas dan para pihak terkait, serta mendengarkan dan menyerap masukan dari para peserta, Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari menyampaikan tujuh poin ajakan kepada seluruh kalangan umat Islam di Indonesia dalam rangka mencapai Indonesia Lestari.
Adapun ketujuh poin ajakan tersebut adalah sebagai berikut:
Perubahan iklim global telah lama berlangsung, krisis yang ditimbulkannya pun nyata terjadi.
Tetapi hal itu masih belum dipahami dan disikapi dengan optimal oleh umat Islam, oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang strategis dan sejalan dengan pemahaman dan kepentingan umat melalui berbagai kajian keislaman.
Pemuka agama Islam dan tokoh Muslim harus mengambil peran terdepan dalam upaya pendalaman substansi kajian keislaman, komunikasi dan edukasi kepada umat. Tujuannya adalah untuk menegaskan irisan antara krisis iklim dengan iman dan keagamaan secara konsisten.
Perubahan iklim telah berdampak terhadap seluruh sektor kehidupan masyarakat, sehingga memerlukan solusi berdasarkan nilai-nilai Islam, berakar pada kearifan lokal dan dilakukan secara sistematis, sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal.
Diperlukan kolaborasi yang kuat antar umat Islam untuk melakukan inisiatif serta mendukung kebijakan nyata yang bertujuan mengatasi perubahan iklim, melalui kemitraan bersama pemerintah dan sektor lain.
Kelompok rentan seperti anak muda dan perempuan harus didorong untuk memainkan peran kepemimpinan dalam mengelola dan mengorganisasikan solusi perubahan iklim.
Dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, harus dilakukan pendayagunaan pembiayaan syariah dan dana sosial keagamaan lainnya (misalnya infaq, shodaqoh, dan wakaf).
Institusi keagamaan Islam, mulai dari masjid hingga lembaga pendidikan Islam (termasuk pondok pesantren), harus mengembangkan wawasan dan perilaku ramah lingkungan dan menyediakan ruang-ruang strategis untuk mengembangkan kajian, inisiatif, implementasi, dan inovasi bagi umat Islam agar terlibat aktif dalam aksi perubahan iklim.
Hadir dalam acara ini, Imam Besar Masjid Istiqlal, Wakil Ketua Umum MUI, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Wakil Bendahara Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, serta jajaran pejabat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Sementara, Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Ahmad Erani Yustika, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Suprayoga Hadi, Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi, serta Staf Khusus Wapres Bidang Umum Masykuri Abdillah.
Sumber: Setwapres-Rusmin Nuryadin
Tulis Komentar