Untuk mengetahui asal usul sejarah hari jadi kabupaten pasuruan, bisa simak Prasasti Cunggrang tahun 929 M berbunyi : “barunadewata, gandayoga irika diwasa ni ajna sri maharaja rake hino mpu sindok sri icana wikrama dhamottungga, uminsor I samgat mohahomah kalih, mpu padma, samgat anggehan mpu kundala, kumonaken ikanang wanua I cunggrang, watek bawang atagan I wahuta wungkal, gawai ku 2 anggahan, ma su 15 katikprana susukan sima arpanakna ri sang hyang darmmasrama patapan I pawitra, muang I sang hyang prasada silunglung sang siddha dewata rakryan bayah rakryan binihaji sri parameswari dyah kbi paknan yan sinusuk pumpunana sang hyang dharma – patapan muang sang hyang prasada silunglung sang dewata umyapara ai sang hyang dharma patapan nguniweh sang hyang prasada, muang amahayana sang hyang tirtha pancuran I pawitra”.
(Artinya : “di bawah lindungan dewa Baruna, pada sudut edar burung garuda, itu lah perintah dari yang mulia Maharaja Rake Hino Mpu Sindok Sri Isanawikramadharmatungga, turun kepada kedua Samgat Mohahumah, yaitu bernama Mpu Padma dan Samgat Anggehan bernama Mpu Kundala. Diperintahkan agar wanua Cunggrang, di bawah watek Bawang, di bawah kepemimpinan Wahuta Wungkal, dengan kewajiban kerja bakti senilai 2 kupang, pajak tanah senilai 15 suwarna emas, dan sejumlah penduduknya untuk menjadi daerah sima, bagi persembahan kepada pertapaan dan asrama yang suci di Pawitra, serta prasada Silunglung yang suci milik Rakryan Bawang yang telah menjadi dewa, ayahanda permaisuri Dyah Kbi. Dibebaskannya daerah itu menjadi hak milik dharmasrama Patapan dan Sang Hyang prasada Silunglung yang dipersembahkan kepada tokoh yang telah menjadi dewa. Bahwa penduduk desa sebaiknya dimanfaatkan bagi Sang Hyang Dharmasrama patapan dan juga Sang Hyang Prasada, termasuk juga pemeliharaan pancuran air Pawitra”).
Intisari dari isi prasasti Cunggrang yaitu daerah tersebut diberikan kepada Wahuta Wungkal (Wahuta : pemegang lungguh atau tuan tanah, berarti Wahuta Wungkal adalah Wungkal seorang tuan tanah di daerah Cunggrang), Cunggrang disebut sebagai Watek Bawang (Watek : suatu wilayah yang terdiri dari kumpulan beberapa desa, Watek Bawang adalah daerah di bawah kekuasaan watek/ kabupaten) yang berarti daerah Cunggrang adalah daerah milik rakryan Bawang yang berkewajiban melakukan kerja bakti senilai 2 kupang, pajak tanah senilai 15 suwarna emas yang dibayarkan setiap bulannya sebelum dijadikan sebagai sima. Pembayaran pajak tanah diberikan kepada pemegang kekuasaan sebagai gajinya, tetapi apabila tanah dijadikan sima maka pajak tidak diserahkan kepada pemegang kekuasaan, tetapi diberikan kepada penerima sima atau perdikan.
Kegiatan pelestarian yang pernah dilakukan di prasasti Cunggrang ini yakni kegiatan Inventarisasi dan Registrasi pada tahun 1988 dan kegiatan konservasi melalui metode penduplikatan negatif tahun 2019 oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur.(Cresentia Dok Pub 2022)
Sumber Rujukan :
Widiah, Sri dan Aminuddin Kasdi. 2018. Studi Historis Prasasti Cunggrang sebagai Sumber Sejarah pada Masa Mpu Sindok Tahun 929-947 M. AVATARA, e-journal Pendidikan Sejarah, Volume 6 No.1. Jurusan Pendidikan Sejarah : Universitas Negeri Surabaya.
Boechari. 2012. Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia.
Tulis Komentar